Skip to main content

Dampak Konsumtivisme Masyarakat Global Pada Kehidupan Masa Kini

                Saat ini kita berada pada zaman yang serba ada. Dimana pola konsumsi masyarakat pun semakin bertambah beriringan dengan perubahan zaman yang ada. Kehidupan bermasyarakat semakin maju dan tidak terbatas kepada sebuah ruang. Masyarakat global adalah masyarakat atau negara di dunia yang terhubung erat melalui perkembangan teknologi modern, dan teknologi modern ini saling bergantung secara ekonomi, sosial, dan politik (Prof. Dr. M.Hasbi Amiruddin, MA Drs. Syukri Syamaun 2013). Meskipun pada hakikatnya masyarakat global berbeda dengan masyarakat tradisional, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa masyarakat tradisional pun sudah mulai terpapar akan kehidupan masyarakat global pada umumnya. Masyarakat global terjadi karena adanya peleburan masyarakat dari beragam budaya, suku, dan agama.

            Peleburan tersebutlah yang menyebabkan masyarakat dapat bersosialisasi dengan masyarakat lain diluar daerahnya. Untuk dapat mengetahui lebih lanjut mengenai masyarakat, kita dapat mempelajarinya melalui ilmu antropologi. Antropologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Antropos yang memiliki arti manusia dan logos yang berarti studi. Sehingga Antropologi dapat dikatakan sebagai suatu disiplin ilmu yang mempelajari manusia (Subchi 2018). Sangat salah jika kita ingin mengupas tuntas mengenai masyarakat global namun tidak melalui antropologi. Karena melalui antropologi kita dapat menganalisis manusia pada kedudukannya sebagai anggota masyarakat global. Berbicara mengenai wilayah cakupan global sudah dapat dipastikan bahwa pada setiap wilayah memiliki kebudayaan yang berbeda. Telah banyak studi antropologi yang membahas mengenai globalisasi. Pada kenyataannya globalisasi bukanlah suatu hal yang baru, tetapi hal ini telah terjadi sejak masa lalu. Sehingga masyarakat tidak perlu memandang globalisasi sebagai hal yang tabu karena dapat melunturkan aspek budaya. Tetapi sebaliknya, globalisasi dapat pula dipandang sebagai suatu sarana demi mempertahankan atau memperkenalkan kebudayaan yang ada (Alam 1998). Namun, dampak negatif yang ditimbulkan oleh kemajuan masyarakat global pun masih ada. Salah satunya yaitu pola komsumsi masyarakat yang berdampak pada beberapa hal. Beberapa hal tersebut dapat disebabkan oleh faktor kebudayaan seseorang, diantaranya perubahan iklim pada suatu wilayah dan gender.

Konsumtivisme yang terjadi pada masyarakat global  tidak dapat dihindari. Sehingga sangat berdampak terhadap beberapa hal. Dengan demikian seharusnya kita dapat menganalisis pola perubahan konsumtivisme tersebut sehingga dapat menghindari dampak buruk yang ditimbulkan.

Dampak yang dirasakan seperti:

1.   Timbulnya Perubahan Iklim

Perubahan iklim yang terjadi disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan manusia akan kebutuhan yang dikonsumsinya. Terutama untuk manusia yang tinggal di perkotaan banyak menghabiskan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga berdampaklah kepada dunia dan terjadi kerusakan diberbagai wilayah. Meskipun pola konsumsi tidak terlalu berdampak besar terhadap perubahan iklim, tetapi tetap menjadi perhatian masyarakat yang peduli akan lingkungan.  Seorang penulis Richard Wilk mengungkapkan pada tulisannya bahwa fakta yang ada berlawanan dengan asumsi pada umumnya. Fakta yang ada bahwa yang sangat ditakutkan yaitu kehilangan sumber daya alam yang dapat diperbaharui seperti ikan laut dan kayu yang terancam habis karena permintaan manusia yang banyak. Lain halnya seperti besi, tembaga, dan batu bara yang merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui tidak terlalu ditakutkan karena dirasa masih banyak tersedia di bumi. Wilk tidak menolak klaim bahwa konsumsi berlebihan menyebabkan perubahan iklim. Hanya saja, untuk kepentingan membaca pola budaya konsumen yang bersifat spesifik itu diperlukan. (Nadzir 2012).

Saat ini kita masih berada pada situasi pandemi COVID-19 dimana terdapat perubahan pola konsumsi masyarakat global sebelum dan sesudah pandemi COVID-19. Berdasarkan Survei yang dilakukan oleh Global Consumer Insights 2020 PricewaterhouseCoopers (PwC) terdapat lima kategori belanja yaitu produk kesehatan (77%), makanan (67%), media hiburan (54%), pengambilan dan pengiriman makanan (47%) dan perbaikan rumah (32%). Hasil survei mereka sebelum pandemi menunjukkan bahwa 45% masyarakat global mengatakan akan menghindari penggunaan plastik (Swa Online 2020).

Yang perlu kita telaah disini yaitu konsumtivisme pada masyarakat telah menjadi suatu budaya. Kita dapat mengambil contoh kepada masyarakat desa yang pada hakikatnya belum siap akan kedatangan sarana yang dapat menunjang hidupnya menjadi lebih baik. Karena budaya yang ada jika terdapat kemudahan akses mereka akan membeli kulkas, televisi, dan barang mewah lainnya yang tidak dimanfaatkan untuk sesuatu yang bermanfaat atau dapat menghasilkan suatu nilai jual. Mereka hanya terlena akan memanfaatkan suatu sarana sehingga menimbulkan candu konsumtif akan suatu barang. Dampak negatifnya, tidak meningkatkan kegiatan produktif justru akan membuat mereka malas dan akan tetap selalu menjadi masyarakat yang tertinggal. Hal ini dijelaskan pada Q.S Al-Anbiya ayat 80, “Dan telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu; Maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah).” Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa teknologi akan berdampak positif jika masyarakatnya menggunakannya untuk keperluan hal baik. Dan sebaliknya, teknologi akan berdampak negatif jika digunakan untuk hal yang merugikan.

Seorang tokoh yaitu Marcuse menuai kritiknya terhadap teknologi, gagasannya yaitu memberikan sinyal peringatan kepada masyarakat mengenai dampak teknologi. Gagasannya dituangkan dalam buku berjudul One-Dimensional Man, yang secara tidak langsung pada buku tersebut terdapat sindiran halus untuk masyarakat global. Ia menganggap teknologi akan membahayakan masyarakat karena dapat menjajah kehidupan yang dibungkus dengan kedok memudahkan segalanya. Seperti seolah-olah teknologi merupakan jawaban kemudahan untuk menyelesaikan suatu masalah. Sehingga ditakutkan teknologi yang ada menjadi sembahan masyarakat modern (Wuryanta 2018).

 

2.   Persepsi Masyarakat Mengenai Perbedaan Pola Konsumtif Perempuan dan Laki-Laki

Dalam hidup masyarakat global sudah merasakan dampak globalisasi. Globalisasi dapat dirasakan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial dan budaya. Dibandingkan dengan masyarakat yang sudah berumur tua, kaum muda lah yang sangat mungkin membawa globalisasi. Kaum muda yang tidak membedakan ia seorang laki-laki atau perempuan, tentunya semua dapat membawa manfaat dari globalisasi tersebut. Berdasarkan data penelitian pusat perbelanjaan di Westfield menunjukkan 41% laki-laki jika membeli suatu barang lebih memperhatikan merek dan harga yang mahal dibandingkan dengan perempuan hanya 40%. Berbanding terbalik dengan yang diungkapkan oleh Munandar (2001) yang mengatakan laki-laki tidak memiliki minat untuk berbelanja (Riadhah dan Rachmatan 2016).

Contoh lain yaitu kaum muda di dusun Kuala Rosan, Kecamatan Meliau, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat masih memiliki perbedaan perlakuan antara laki-laki dengan perempuan. Laki-laki dominan terhadap sifat konsumtif sehingga tidak peduli dengan urusan keluarga. Sebaliknya perempuan menjadi tonggak tumpuan orang tua sehingga semua beban pekerjaan rumah dilimpahkan kepadanya. Laki-laki selalu dianggap mendapatkan keistimewaan yang lebih dibandingkan perempuan dalam hal apapun terutama terkait pendidikan dan pekerjaan (Lathifah 2019). Berbicara mengenai gender, apakah gender merupakan konstruk dari sebuah budaya? Lalu bagaimana perbedaannya dengan seks? Gender lebih bersifat kultural dibandingkan dengan seks. Karena gender dapat berubah tergantung dengan waktu dan budaya. Sedangkan seks merupakan sebuah kodrat tuhan yang tetap dan tidak dapat berubah. Maka dari itu, gender pun dapat berubah sesuai dengan budaya dan perkembangan masyarakat global yang ada (M. Amien Rais: M. Syukriyanto: dkk 2010).

Faktanya pada era global saat ini perempuan dan laki-laki sudah seharusnya memiliki peran yang setara. Perempuan sudah tidak lagi hanya mengurusi urusan domestik yang berkaitan dengan dapur, sumur, dan kasur. Telah banyak tokoh perempuan sukses yang berhasil menduduki posisi strategis yang sejajar dengan laki-laki (Sholeh dan Sani 2018)

            Kita sebagai masyarakat global tentunya tidak mungkin menolak segala sesuatu yang datang. Sesuatu yang datang pun terkadang memberikan beberapa dampak negatif. Salah satunya terhadap pola konsumtif pada masyarakat. Arus globalisasi yang modern pun sudah selayaknya diadaptasi dengan bijak dan sesuai porsinya. 

Created by: Fairuz Zahrah

REFERENSI

Alam, Bachtiar. 1998. “Globalisasi Dan Perubahan Budaya: Perspektif Teori Kebudayaan.” Widyakarya Nasional “Antropologi Dan Pembangunan,” no. 54: 1–11. http://journal.ui.ac.id/index.php/jai/article/view/3325/2612.

Lathifah, Af’idatul. 2019. “Globalisasi Dan Perubahan Pola Kebudayaan Di Kalangan Kaum Muda Di Desa Kuala Rosan Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat.” Anuva: Jurnal Kajian Budaya, Perpustakaan, Dan Informasi 3 (1): 53–63. https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/anuva/article/download/5214/2807.

M. Amien Rais: M. Syukriyanto: dkk. 2010. 1Abad Muhammadiyah Membendung Kristenisasi Dan Liberalisme. Edited by Fathurrahman Kamal, Okrisal Eka Putra, and Mahli Z. Tago. Yogyakarta: MTDK-PPM.

Nadzir, Ibnu. 2012. “Membaca Perubahan Iklim Melalui Bingkai Antropologi.” Masyarakat & Budaya 14 (3): 625–35.

Prof.Dr.M.Hasbi Amiruddin, MA Drs.Syukri Syamaun, M.A.g. 2013. Dakwah Dalam Masyarakat Global. Edited by Safrul Muluk, M. Jakfar Puteh, and Ruslan. 2012th ed. Banda Aceh: Dinas Syariat Islam Aceh.

Riadhah, Cut Aya, and Risana Rachmatan. 2016. “Perbedaan Konsumsi Hedonis Pada Mahasiswa Universitas Syiah Kuala Ditinjau Dari Jenis Kelamin Dan Asal Fakultas.” Psympathic : Jurnal Ilmiah Psikologi 3 (2): 179–90. https://doi.org/10.15575/psy.v3i2.1109.

Sholeh, A, and M A H Sani. 2018. Imm Autentik. Academia.Edu. Surabaya: Pustaka Saga. https://www.academia.edu/download/61234682/IMM_Autentik20191116-16167-1kfrhk.pdf.

Subchi, Imam. 2018. Pengantar Antropologi.Pdf. 1st ed. Depok: Rajawali Pers.

Swa Online. 2020. “Survei PwC: Pandemi Mengubah Perilaku Konsumen.” Www.Pwc.Com. 2020. https://www.pwc.com/id/en/media-centre/pwc-in-news/2020/indonesian/survei-pwc-pandemi-mengubah-perilaku-konsumen.html.

Wuryanta, AG. 2018. “Konsumtivisme Dan Hedonisme Dalam Media Massa Tinjauan Teori Kritis Sensualisme Pada Majalah Pria Menurut Perspektif Kritis Herbert Marcuse Dan Jean Braudillard,” 1–28. https://doi.org/10.31227/osf.io/jn2bz.

Comments

Popular posts from this blog

Pentingnya Memaknai Tujuan Hidup yang Sesuai dengan Trilogi IMM

      Apakah penting tujuan hidup itu? Tujuan adalah sesuatu hal yang hendak dicapai. Maka dari itu jika seseorang tidak mengerti akan tujuan maka akan tersesat lah dia. Dapat kita analogikan seperti ini, jika seseorang mengendarai mobil tetapi tidak tahu akan kemana dia pergi maka akan tersesat lah dia. Begitupun juga kehidupan. kita harus mempunyai arah dan tujuan yang jelas. Seberapa banyak sih orang yang mempunyai tujuan hidup? Coba kalian pikirkan, apakah diri kalian sendiri mempunyai tujuan hidup?       Tujuan hidup akan berdampak kepada semua hal dan kegiatan yang akan kita lakukan. Lalu, apakah ada hubungannya antara tujuan hidup dengan trilogi IMM? Jelas sekali ada hubungannya.              Saya akan memberikan salah satu contoh kasus. Berdasarkan pengalaman saya. Terdapat beberapa mahasiswa yang mengikuti organisasi intra maupun ekstra kampus yang tidak mengetahui apakah alasan dan tujuan mereka mengiku...
SATU INDONESIA                   Sebelum kalian membaca ini, kalian harus mengetahui dahulu bahwa saya hanya seseorang yang ingin mengutarakan pendapat saya mengenai Pemilu 2019. Saya juga bukan merupakan seseorang yang memahami ilmu politik dan sebagainya. Saya hanya berharap untuk kalian yang telah membaca blog saya dapat membuka pikiran dan tidak buta akan politik. Karena, nasib suatu bangsa ada pada tangan kita semua.             Tepatnya pada tahun ini yaitu 2019 merupakan tahunnya pesta demokrasi di Indonesia. Mengapa disebut pesta demokrasi? Karena ditahun ini rakyat akan memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR-RI, anggota DPRD Provinsi, anggota DPRD Kabupaten/Kota, anggota DPD. Kecuali DKI Jakarta, yang hanya empat kertas suara —tanpa DPRD kota/kabupaten. Yang menarik perhatian masyarakat yaitu terletak pada pemilihan presiden. Yang memiliki dua calon, yai...